Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Daftar Blog Saya

Apa itu depresi?

Apa itu depresi?

Kalau tidak salah selama 2 hari, tanggal 27- 28 April 2009, Jawa Pos mengulas kasus gangguan jiwa yang melanda sebagian besar masyarakat Indonesia. Issue ini paling tidak diakibatkan karena gegap gempita masyarakat Indonesia dalam melaksanakan Pemilu Legislatif kemarin menorehkan sejumlah masalah, antara lain para Caleg yang kalah dalam pileg dinyatakan ‘GILA’ (sebuah term yang sebetulnya kurang saya sukai). Nah, selama 2 hari tersebut Jawa Pos menulis artikel panjang yang intensif mengulas tentang gangguan jiwa, khususnya di Ibukota Jakarta. Dari tahun 2007, jumlah penderita gangguan jiwa di Jakarta semakin meningkat. Nah kali ini saya ingin membahas tentang Depresi. Pokok bahasan depresi ini saya tuangkan dalam artikel psikologi yang berjudul “Apa itu Depresi?”. Artikel ini juga bermaksud menjawab salah satu pertanyaan pengunjung yang bernama Eko yang bertanya “Semangat kerja kok menurun? apa aku depresi ? apa gejala dan jalan keluarnya?”
Depresi adalah kemuraman hati (kepedihan, kesenduan, keburaman perasaan)
Orang yang mengalami depresi adalah orang yang amat menderita. Menurut seorang ilmuwan terkemuka yaitu Rice, P. L. (1992), depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan. Depresi ditandai dengan perasaan sedih yang psikopatologis, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat nyata sesudah bekerja sedikit saja, dan berkurangnya aktivitas.
Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat, berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa berakhir dengan bunuh diri. Anda ingat berapa orang yang bunuh diri setelah perusahaannya dinyatakan bangkrut saat krisis ekonomi melanda dunia? Atau anda ingat berapa caleg yang berusaha bunuh diri saat dinyatakan oleh KPU tidak lolos?. Secara global lima puluh persen dari penderita depresi berpikiran untuk bunuh diri, tetapi yang akhirnya mengakhiri hidupnya ada lima belas persen. Selain itu, depresi yang berat juga menimbulkan munculnya berbagai penyakit fisik, seperti gangguan pencernaan (gastritis), asma, gangguan pada pembuluh darah (kardiovaskular), serta menurunkan produktivitas..
Gejala Depresi
Individu yang terkena depresi pada umumnya menunjukkan gejala psikis, gejala fisik & sosial yang khas, seperti murung, sedih berkepanjangan, sensitif, mudah marah dan tersinggung, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya konsentrasi dan menurunnya daya tahan. Namun yang perlu diingat, setiap orang mempunyai perbedaan yang mendasar, yang memungkinkan suatu peristiwa atau perilaku dihadapi secara berbeda dan memunculkan reaksi yang berbeda antara satu orang dengan yang lain. Menurut Frank J., Bruno dalam Bukunya Mengatasi Depresi (1997) mengemukan bahwa ada beberapa tanda dan gejala depresi,yakni:
a. Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak memberikan kesenangan,
b. Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika kondisinya telah parah seseorang cenderung akan kehilangan gairah makan
c. Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor penentu, sebagian orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi dilain pihak banyak orang mengalami depresi justru terlalu banyak tidur
d. Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami depresi mungkin akan mencoba melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap usaha untuk mengkomunikasikan idenya
e. Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk mengatakan atau merasa, saya selalu merasa lelah atau saya capai. Ada anggapan bahwa gejala itu disebabkan oleh faktor-faktor emosional, bukan faktor biologis
f. Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak efektif. orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti, saya menyia-nyiakan hidup saya, atau saya tidak bisa mencapai banyak kemajuan, seringkali terjadi.
g. Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan jernih dan untuk memecahkan masalah secara efektif. Keluhan umum yang sering terjadi adalah, saya tidak bisa berkonsentrasi.
h. Perilaku merusak diri tidak langsung. contohnya: penyalahgunaan alcohol atau narkoba, nikotin, dan obat-obat lainnya. makan berlebihan, terutama kalau seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti misalnya menjadi gemuk, diabetes, hypoglycemia, atau diabetes, bisa juga diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri sendiri secara tidak langsung
i. Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri. (tentu saja, bunuh diri yang sebenarnya, merupakan perilaku merusak diri sendiri secara langsung.
Yang patut dicatat adalah, depresi biasanya ditimbulkan oleh perasaan inferior, rasa sakit hati yang dalam, kekecewaan-kekecewaan yang hebat, penyalahan diri sendiri dan trauma-trauma psikis. Jangan anda kemudian menyimpulkan semangat kerja menurun maka orang bisa dikatakan depresi, bisa jadi semangat kerja menurun karena gajian belum keluar :)Untuk saran dan jalan keluarnya saya belum bisa menjawab karena saya belum berkompeten ‘menyembuhkan’ gangguan kejiwaan. Saya hanya memberikan informasi berkaitan dengan persoalan-persoalan psikologis yang terjadi pada Individu. Mungkin lain kali saya akan menulis artikel lagi mengenai depresi, karena ada beberapa hal yang belum saya sebutkan kaitannya dengan depresi, antara lain Faktor penyebab depresi dan macam-macam depresi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pengaruh Musik pada Anak

Pengaruh Musik pada Anak

Penelitian membuktikan bahwa musik, terutama musik klasik sangat mempengaruhi
perkembangan IQ (Intelegent Quotien) dan EQ (Emotional Quotien). Seorang anak
yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan lebih berkembang kecerdasan
emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan
musik. Yang dimaksud musik di sini adalah musik yang memiliki irama teratur dan
nada-nada yang teratur, bukan nada-nada “miring”. Tingkat kedisiplinan anak
yang sering mendengarkan musik juga lebih baik dibanding dengan anak yang
jarang mendengarkan musik.
Grace Sudargo, seorang musisi dan pendidik mengatakan, “Dasar-dasar musik
klasik secara umum berasal dari ritme denyut nadi manusia sehingga ia berperan
besar dalam perkembangan otak, pembentukan jiwa, karakter, bahkan raga manusia”.
Penelitian menunjukkan, musik klasik yang mengandung komposisi nada
berfluktuasi antara nada tinggi dan nada rendah akan merangsang kuadran C pada
otak. Sampai usia 4 tahun, kuadran B dan C pada otak anak-anak akan berkembang
hingga 80 % dengan musik.
“Musik sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Musik memiliki 3 bagian penting
yaitu beat, ritme, dan harmony”, demikian kata Ev. Andreas Christanday dalam
suatu ceramah musik. “Beat mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa,
sedangkan harmony mempengaruhi roh”. Contoh paling nyata bahwa beat sangat
mempengaruhi tubuh adalah dalam konser musik rock. Bisa dipastikan tidak ada
penonton maupun pemain dalam konser musik rock yang tubuhnya tidak bergerak.
Semuanya bergoyang dengan dahsyat, bahkan cenderung lepas kontrol. Kita masih
ingat dengan “head banger”, suatu gerakan memutar-mutar kepala mengikuti irama
music rock yang kencang. Dan tubuh itu mengikutinya seakan tanpa rasa lelah.
Jika hati kita sedang susah, cobalah mendengarkan musik yang indah, yang
memiliki irama (ritme) yang teratur. Perasaan kita akan lebih enak dan enteng.
Bahkan di luar negeri, pihak rumah sakit banyak memperdengarkan lagu-lagu indah
untuk membantu penyembuhan para pasiennya. Itu
suatu bukti, bahwa ritme sangat mempengaruhi jiwa manusia. Sedangkan harmony
sangat mempengaruhi roh. Jika kita menonton film horor, selalu terdengar
harmony (melodi) yang menyayat hati, yang membuat bulu kuduk kita berdiri.
Dalam ritual-ritual keagamaan juga banyak digunakan harmony yang membawa roh
manusia masuk ke dalam alam penyembahan. Di dalam meditasi, manusia mendengar
harmony dari suara-suara alam disekelilingnya. “Musik yang baik bagi kehidupan
manusia adalah musik yang seimbang antara beat, ritme, dan harmony”, ujar Ev.
Andreas Christanday.
Seorang ahli biofisika telah melakukan suatu percobaan tentang pengaruh musik
bagi kehidupan makhluk hidup. Dua tanaman dari jenis dan umur yang sama
diletakkan pada tempat yang berbeda. Yang satu diletakkan dekat dengan pengeras
suara (speaker) yang menyajikan lagu-lagu slow rock dan heavy rock, sedangkan
tanaman yang lain diletakkan dekat dengan speaker yang memperdengarkan
lagu-lagu yang indah dan berirama teratur. Dalam beberapa hari terjadi
perbedaan yang sangat mencolok. Tanaman yang berada di dekat speaker lagu-lagu
rock menjadi layu dan mati, sedangkan tanaman yang berada di dekat speaker
lagu-lagu indah tumbuh segar dan berbunga. Suatu bukti nyata bahwa musik sangat
mempengaruhi kehidupan makhluk hidup.
Alam semesta tercipta dengan musik alam yang sangat indah. Gemuruh ombak di
laut, deru angin di gunung, dan rintik hujan merupakan musik alam yang sangat
indah. Dan sudah terbukti, bagaimana pengaruh musik alam itu bagi kehidupan
manusia.
Wulaningrum Wibisono, S.Psi mengatakan, “Jikalau Anda merasakan hari ini begitu
berat, coba periksa lagi hidup Anda pada hari ini. Jangan-jangan Anda belum
mendengarkan musik dan bernyanyi”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tips Tidur Nyenyak

Tips Agar Tidur lebih Nyenyak


Agar Tidur Lebih Nyenyak

“Tidur nyenyak adalah dasar yang kuat untuk kesehatan mental dan fisik,” kata David Simon, MD, Direktur Medis The Chopra Center di Carlsbad, California, AS. Sel-sel tubuh kita membutuhkan istirahat untuk berfungsi optimal.
Sayangnya jutaan orang menderita insomnia sehingga kelelahan, kurang awas mental, dan lemah secara fisik. Untuk menikmati tidur nyenyak, ikuti tip ini:
1. Jangan makan malam terlalu kenyang
Usahakan makan malam di bawah pukul 19.00 sehingga Anda tidak tidur dalam keadaan perut penuh.
2. Kurangi kegiatan yang menyita mental setelah pukul 20.30
3. Matikan lampu mulai pukul 22.30
Jika belum terbiasa tidur pada jam ini, majukan waktu tidur setengah jam lebih awal setiap minggu sampai akhirnya Anda biasa tidur pukul 22.30.
4. Mandi air panas sejam sebelum tidur
Teteskan minyak esensial lavender, vanila, atau cendana ke dalam air mandi untuk membuat Anda lebih rileks. Redupkan lampu dan pasang terapi aroma. Jika memungkinkan, dengarkan musik yang lembut dan menenangkan.
5. Minum air hangat
Bisa berupa susu atau teh chamomile.
6. Menulis buku harian
Sesaat sebelum tidur, download isi pikiran Anda yang begitu aktif ke dalam buku harian, sehingga kepala Anda tidak terlalu penuh lagi.
7. Baca buku
Jangan pilih novel dramatis atau bacaan yang membutuhkan pemikiran. Pilih buku yang memberi inspirasi.
8. Rasakan tubuh Anda
Ketika sudah berbaring di tempat tidur, tutup mata dan rasakan tubuh Anda. Dengan cara itu, Anda membawa perhatian ke tubuh. Jika ada ketegangan di bagian tubuh tertentu, bawa rileks daerah itu.
9. Perhatikan napas sampai tertidur
Tindakan ini bisa membantu, mengingat Anda masih berbaring di tempat tidur. Diam-diam amatilah napas. Saat itu aktivitas metabolisme berada dalam keadaan lambat, sama seperti ketika kita tidur nyenyak.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Imsonia Pada Remaja

Imsonia Pada Remaja

INSOMNIA bisa disebabkan gaya hidup yang tak sehat atau gangguan fisik dan psikologis. Bayangkan, pada malam hari saat semua orang tertidur pulas, orang insomnia justru harus berjuang memejamkan mata.
Petang yang seharusnya menjadi “sinyal” alami tubuh untuk tidur pun tak bermakna sama pada orang insomnia. Ada rasa tidak nyaman bagi mereka yang mengalaminya. Beragam hal bisa menjadi penyebab insomnia,mulai masalah fisik, psikologis, hingga gaya hidup.
“Biasanya, kalau sudah lewat jam sebelas malam,mata sulit terpejam. Efeknya, sampai pagi tidak tidur,” kata Sarah, 27, yang mengalami insomnia sejak duduk di bangku SMA. Dia menyangka, penyebabnya adalah beban pekerjaan rumah (PR) yang menumpuk dan les tambahan menjelang tes kelulusan. Setiap hari Sarah harus beraktivitas di sekolah sejak pukul 06.30 pagi hingga 18.30 petang. Akibatnya, sampai di rumah sudah kelelahan.
“Jam tujuh malam saya tidur dan terbangun jam sepuluh malam. Lalu mengerjakan PR sampai pagi. Jadi, waktu efektif tidur rata-rata hanya 3 jam. Kebiasaan ini berlangsung lebih dari setahun. Pas kuliah, saya masih sering kesulitan tidur,” ujar penyuka sepak bola itu.
Pengalaman Sarah hanya sebagian kecil kasus insomnia pada remaja. Saat ini merebaknya game dan PlayStation yang membuat orang kecanduan, juga bisa menjadi pemicu kasus kesulitan tidur.Selain itu,kebiasaan anak muda nongkrong atau clubbing sampai pagi menambah daftar panjang remaja insomnia.
Gaya hidup atau kebiasaan yang demikian memang bisa memicu insomnia karena yang bersangkutan menjadi terkondisi atau terbiasa. Namun, insomnia bisa juga disebabkan faktor lain seperti gangguan kesehatan fisik dan psikologis,” kata psikiater anak dan remaja FKUI Tjhin Wiguna.
Tjhin menjelaskan bahwa kondisi kesehatan fisik seseorang yang kurang baik bisa membuatnya insomnia. Misalnya, pasien remaja berusia 16 tahun mengeluh insomnia. Setelah diperiksa, ternyata disebabkan gangguan arthritis rhematoid atau semacam gangguan sendi yang dideritanya.
Sementara dari sisi psikologis, remaja depresi juga rentan mengalami insomnia. Sebuah penelitian di Amerika yang dimuat dalam The Journal Sleep, belum lama ini, melaporkan bahwa insomnia pada anak atau remaja dapat memprediksikan kemungkinan gejala yang sama pada masa depannya.
Profesor ilmu perilaku dari Fakultas Kesehatan Umum Universitas Texas di Houston dan ketua tim studi tersebut, Robert E Roberts PhD, mengumpulkan data dari 4.175 partisipan remaja berusia 11- 17 tahun. Mereka diwawancarai dan diminta mengisi kuesioner tentang gejala kesulitan tidur yang mengarah pada insomnia, juga frekuensi dan durasinya.
Kesimpulannya, remaja dengan insomnia, terutama yang kronis,berisiko lebih besar terkena gejala somatis di masa depan, termasuk masalah psikologis. “Data kami menunjukkan, beban kasus insomnia pada remaja terkait kelainan psikologis lainnya seperti depresi, cemas,dantindakan abuse,” kata Robert.
Pesan moralnya,lanjutnya, penyedia layanan kesehatan harus memberi perhatian lebih dalam mendeteksi dan menangani insomnia pada remaja. Insomnia dikategorikan sebagaigangguantidur, yangmana orang tersebut kesulitan untuktertidur, tetapterjaga,atau terbangundaritidurterlalucepat. Gangguan itu bisa digambarkan dengan berbagai kualitas tidur yang buruk.
Orang yang terlalu lelah bekerja seharian mungkin saja tidak mengalami insomnia. Namun, biasanya mereka mengeluh lelah, bosan atau depresi. Pada akhirnya, itu bisa berkontribusi pada gejala insomnia juga. Penanganan insomnia biasanya tergantung latar belakang penyebabnya.
Tjhin Wiguna menegaskan, orangtua yang punya anak remaja insomnia sebaiknya waspada jika sudah timbul keluhan yang mengganggu keseharian si anak. Misalkan sulit berkonsentrasi atau nilai ujian turun. Jika tak ada sebab medis atau psikologis umumnya tidak perlu diobati, cukup mengubah gaya hidup.
Sementara, jika ada keluhan medis atau insomnia yang disebabkan adanya penyakit. “Tentu harus diatasi dulu penyakitnya. Adapun jika disebabkan depresi, pemberian obat antidepresan juga dimungkinkan,”papar Tjhin.
Kaum remaja umumnya masih dalam masa pertumbuhan sehingga direkomendasikan tidur malam sekitar 9 jam per hari. The American Academy of Sleep Medicine mengemukakan beberapa tips bagi remaja, yang juga penting dibaca orangtua untuk membantu mengembangkan pola tidur yang sehat.
Cobalah tidur malam 9 jam setiap malam. Dengan tidur cukup, ketika bangun badan lebih bugar dan siap memulai hari dengan bersemangat. Bersantai sebelum tidur. Saat jam tidur, hindari kegiatan belajar yang terlalu memeras otak, berdiskusi, atau berolahraga yang menguras tenaga. Ciptakan nuansa tenang dan sepi sebelum tidur.
Matikan video dan berhentilah bermain game atau PlayStation. Atur pencahayaan yang tidak terlalu terang di kamar tidur. Pencahayaan temaram membuat badan “tune-in” bahwa inilah saatnya tidur. Sebaliknya, nyalakan lampu yang terang di pagi hari.
Bila perlu, lakukan olahraga atau gerakan ringan. Cobalah mengganti kekurangan jam tidur sebisa mungkin. Misalnya tidur sejenak, tapi jangan di sore hari. Tidurlah lebih lama di akhir pekan. Namun, jangan lebih dari 12 jam. Hindari konsumsi stimulan seperti kafein saat siang dan petang, apalagi menjelang tidur. Hindari juga mengemudi saat mata mengantuk.
Makanan jenis karbohidrat seperti snack dari beras atau gandum umumnya lebih memicu kantuk ketimbang makanan berlemak atau protein tinggi. Jika tak bisa tidur, bangkit dan pergilah ke ruang lain, lalu lakukan sesuatu. Merajut adalah salah satu yang terbaik. Sebab, pekerjaan ini cenderung monoton sehingga mengantar kita untuk terkantuk-kantuk.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ciuman Yang bermanfaat

Ciuman Bermanfaat, mau donk….!

Saat lagi browsing nyari data komitmen hubungan berpacaran, saya menemukan artikel dari kompas, judulnya ‘berciuman juga banyak manfaatnya’. Nah bagi pembaca yang ingin membaca artikel tersebut saya copy-paste di Blog Dunia Psikologi tentunya tetap menyertakan sumber tulisannya. Anda boleh percaya atau tidak dengan isi artikel tersebut, silahkan…
gaya-ciuman-tersexy.jpgSelain menularkan beberapa jenis virus, kuman, dan parasit, dari riset terungkap, berciuman menyimpan banyak manfaat. Bahwa berciuman bisa mengungkit sistem kekebalan tubuh akibat saling berbagi bibit penyakit ke dalam rongga mulut, tubuh dikebalkan (mirip mekanisme vaksinasi) oleh bibit penyakit yang sebelumnya tidak dipunyai (Helen Fisher, PhD, anthropolog periset romantic love Rutgers University, Newark, NJ). Berciuman juga dinilai sebagai ajang meditasi (sensual meditation) yang memberi ketenangan pada otak (Joy Davidson, PhD, psikolog pada Klinik Sexology, Seatle).
Pada ciuman Perancis (french kiss, pen), ciuman yang luar biasa dalam, melibatkan hampir seluruh otot wajah untuk ber-exercise, sehingga wajah tampak lebih muda dan sumringah. Selain itu sentuhan ujung lidah yang sampai menyelusupi seluruh bagian gusi dan gigi geligi selama berciuman Perancis merupakan sapu pembersih kuman dan bibit penyakit dengan air liur ekstra, berfungsi mencegah pembentukan karang gigi (oral plaque), seperti diungkapkan Mathew Massina, DDS, dokter gigi Fairview Park, Ohio.
Lebih dari itu, berciuman juga katanya dapat menurunkan berat badan, sebab mampu membakar kalori dua kali lipat lebih banyak dari metabolisme normal (Bryant Stamford, PhD, Universitas Louisville). Bahkan jika berciuman berkategori sangat hot, sama besar dengan kalori yang terbuang untuk berjalan tergopoh-gopoh (brisk walking).
Tapi jangan lupa, di balik sederet manfaat itu, berciuman juga bisa menularkan penyakit gigi keropos (Journal of The American Dental Association). Kita tahu bahwa pengeroposan gigi terjadi sebab ada kuman tertentu di rongga mulut yang bersama karbohidrat dari sisa makanan yang terselip di sela gigi akan menghasilkan senyawa asam. Senyawa asam ini yang merusak permukaan enamel gigi, sehingga berangsur-angsur gigi mulai keropos. Kuman pengeropos gigi ini rupanya ditularkan juga sewaktu berciuman.
Pada tataran yang lebih jauh, berciuman mempunyai banyak makna. Ciuman bernafsu birahi menghasilkan senyawa hormon yang berbeda dengan ciuman romantik, atau ciuman persahabatan. Umumnya berciuman itu berkhasiat menenangkan akibat dikeluarkannya calming hormone bernama oxytocin dalam darah. Hormon ini konon deras mengalir dalam darah selama orang jatuh cinta.
Hormon seks testosteron meningkat dalam darah sewaktu seks bergairah, baik pada pria maupun wanita (wanita pun memproduksi hormon ini dalam takaran yang lebih kecil dari pria). Pada situasi romantik, ada hormon lain, yakni dopamine dan norepinephrine yang membanjir dalam darah. Pada tahapan memasuki cinta sejati, hormon oxytocin dan vasopressin yang deras memasuki darah, pada saat mana orang berada di tingkat puncak perasaan tenang damai sejahtera.
Ciuman merangsang otak. Otak memiliki terminal-terminal penangkap sensasi bibir sama pekanya dengan yang diterimanya dari area erogen lain pada tubuh, seperti dari puting susu, lalu menerjemahkannya ke dalam bentuk rasa bergembira (euphoria), penggugah seks, dan memberi puncak perasaan tenang sejahtera yang paling dalam.
Pesan para pakar, jangan karena tahu berciuman bisa menjadi penurun berat badan, lalu menjadikan berciuman sebagai tujuan program menurunkan berat badan pribadi, sehingga membuat kita jadi rajin mencium. Cium asal mencium tentu berbeda makna dan sensasinya. Misal kalau yang dicium bibir kakek-kakek atau nenek-nenek, alih-alih bikin badan jadi kurus. Rajin kissing dengan pasangan tanpa gigi geligi sempurna lagi bisa jadi malah bikin kita pegal linu dan masuk angin.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Child Abuse

Kekerasan Pada Sang Anak
Pengertian Kekerasan terhadap Anak (Child Abuse)

Pada awalnya terminologi tindak kekerasan atau child abuse berasal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun 1946, seorang radiologist Caffey (dalam Ibnu Anshori, 2007) melaporkan kasus berupa gejala-gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk (multiple fractures) pada anak-anak atau bayi disertai pendarahan tanpa diketahui sebabnya (unrecognized trauma). Dalamduniakedokteran,kasusinidikenaldenganistilahCaffeySyndrome(RanuhdalamAnshori,2007).
Kasus yang ditemukan Caffey diatas semakin menarik perhatian publik ketika Henry Kempe tahun 1962 menulis masalah ini di Journal of the American Medical Assosiation, dan melaporkan bahwa dari 71 Rumah Sakit yang ia teliti, ternyata terjadi 302 kasus tindak kekerasan terhadap anak-anak, dimana 33 anak dilaporkan meninggal akibat penganiayaan yang dialaminya, dan 85 mengalami kerusakan otak yang permanen. Henry (dalam Anshori, 2007) menyebut kasus penelentaran dan penganiayaan yang dialami anak-anak dengan istilah Battered Child Syndrome, yaitu setiap keadaan yang disebabkan kurangnya perawatan dan perlindungan terhadap anak oleh orangtua atau pengasuh lain.
Selain Battered Child Syndrome, istilah lain untuk menggambarkan kasus penganiayaan yang dialami anak-anak adalah Maltreatment Syndrome, yang meliputi gangguan fisik seperti diatas, juga gangguan emosi anak dan adanya akibat asuhan yang tidak memadai, ekploitasi seksual dan ekonomi, pemberian makanan yang tidak layak bagi anak atau makanan kurang gizi, pengabaian pendidikan dan kesehatan dan kekerasan yang berkaitandenganmedis(GellesdalamAnshori,2007).
Menurut Sutanto (2006), kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa/anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab/pengasuhnya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat atau kematian. Kekerasan anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak.
Jika kekerasan terhadap anak didalam rumah tangga dilakukan oleh orang tua, maka hal tersebut dapat disebut kekerasan dalam rumah tangga. Tindak kekerasan rumah tangga yang termasuk di dalam tindakan kekerasan rumah tangga (www.ocn.ne.jp) adalah memberikan penderitaan baik secara fisik maupun mental di luar batas-batas tertentu terhadap orang lain yang berada di dalam satu rumah; seperti terhadap pasangan hidup, anak, atau orang tua dan tindak kekerasan tersebut dilakukan di dalam rumah.
Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya. Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sudah barang tentu dalam proses belajar ini, anak cenderung melakukan kesalahan. Bertolak dari kesalahan yang dilakukan, anak akan lebih mengetahui tindakan-tindakan yang bermanfaat dan tidak bermanfaat, patut atau tidak patut. Namun orang tua menyikapi proses belajar anak yang salah ini dengan kekerasan. Bagi orangtua, tindakan anak yang melanggar perlu dikontrol dan dihukum. bagi orangtua tindakan yang dilakukan anak itu melanggar sehingga perlu dikontroldandihukum.
Wikipedia Indonesia (2006) memberikan pengertian bahwa kekerasan merujuk pada tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemerkosaan, pemukulan, dll.) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain. Istilah kekerasan juga berkonotasi kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yangmerusak.
Kekerasan terjadi ketika seseorang menggunakan kekuatan, kekuasaan, dan posisi nya untuk menyakiti orang lain dengan sengaja, bukan karena kebetulan (Andez, 2006). Kekerasan juga meliputi ancaman, dan tindakan yang bisa mengakibatkan luka dan kerugian. Luka yang diakibatkan bisa berupa luka fisik, perasaan, pikiran, yang merugikan kesehatan dan mental.kekerasan anak Menurut Andez (2006) kekerasan pada anak adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual termasuk hinaan meliputi: Penelantaran dan perlakuan buruk, Eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking/ jual-beli anak. Sedangkan Child Abuse adalah semua bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat di percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru.
Nadia (2004) mengartikan kekerasan terhadap anak sebagai bentuk penganiayaan baik fisik maupun psikis. Penganiayaan fisik adalah tindakan-tindakan kasar yang mencelakakan anak, dan segala bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya. Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan anak. Alva menambahkan bahwa penganiayaan pada anak-anak banyak dilakukan oleh orangtua atau pengasuh yang seharusnya menjadi seorang pembimbing bagi anaknya untuktumbuhdanberkembang.
Hoesin (2006) melihat kekerasan terhadap anak sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak-hak anak. dan dibanyak negara dikategorikan sebagai kejahatan sehingga mencegahnya dapat dilakukan oleh para petugas penegak hukum. Sedangkan Patilima (2003) menganggap kekerasan merupakan perlakuan yang salah orang tua. Patilima mendefinisikan perlakuan salah pada anak adalah segala perlakuan terhadap anak yang akibat-akibatnya mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik secara fisik, psikologisosial,maupunmental.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kekerasan terhadap anak adalah segala bentuk perlakuan baik secara fisik maupun psikis yang berakibat penderitaan terhadap anak.
Fungsi Orang Tua
Orang tua mempunyai fungsi yang penting dalam keluarga. Diantara fungsi-fungsi tersebut antara lain (dalam Soelaeman, 1987):
1. Fungsi religius. Artinya orang tua mempunyai kewajiban memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota lainnya kepada kehidupan beragama. Soelaeman (1987) memberikan penjelasan bahwa untuk melaksanakan fungsi ini, orang tua sebagai tokoh inti dalam keluarga itu harus terlebih dahulu menciptakan iklim yang religius dalam keluarga itu, yang dapat dihayati oleh seluruh anggotanya;
2. Fungsi edukatif. Pelaksanaan fungsi edukatif keluarga merupakan salah satu tanggung jawab yang dipikul oleh orang tua. Sebagai salah satu unsur pendidikan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi anak. Orang tua harus mengetahui tentang pentingnya pertumbuhan, perkembangan dan masa depan seorang anak secara keseluruhan. Ditangan orang tuanyalah masalah-masalah yang menyangkut anak, apakah dia akan tumbuh menjadi orang yang suka merusak dan menyeleweng atau ia akan tumbuh menjadi orang baik;
3. Fungsi protektif. Soelaeman (1987) memberikan gambaran pelaksanaan fungsi lingkungan, yaitu dengan cara melarang atau menghindarkan anak dari perbuatan-perbuatan yang tidak diharapkan, mengawasi atau membatasi perbuatan anak dalam hal-hal tertentu menganjurkan atau menyuruh mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang diharapkan mengajak bekerja sama dan saling membantu, memberikan contoh dan tauladan dalam hal-hal yang diharapkan;
4. Fungsi Sosialisasi. Tugas orang tua dalam mendidik anaknya tidak saja mencakup pengembangan pribadi, agar menjadi pribadi yang mantap tetapi meliputi pula mempersiapkannya menjadi anggota masyarakat yang baik. Sehubungan dengan itu perlu dilaksanakan fungsi sosialisasi anak. Melaksanakan fungsi sosialisasi itu berarti orang tua memiliki kedudukan sebagai penghubung anak dengan kehidupan sosial dan norma-norma sosial, dan membutuhkan fasilitas yang memadai;
5. Fungsi ekonomis. Meliputi; pencarian nafkah, perencanaan serta pembelajarannya. Keadaan ekonomi sekeluarga mempengaruhi pula harapan orang tua akan masa depan anaknya serta harapan anak itu sendiri. Orang tua harus dapat mendidik anaknya agar dapat memberikan penghargaan yang tepat terhadap uang dan pencariannya, disertai pula pengertian kedudukan ekonomi keluarga secara nyata, bila tahap perkembangan anak telah memungkinkan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi orang tua pada anaknya antara lain menanamkan kehidupan beragama, memberikan pendidikan dalam masa perkembangan anak, menjadi penghubung dalam kehidupan sosial anak, dan memberikan nafkah secara ekonomi demi keberlangsungan anak.

Latarbelakang kekerasan pada anak

Faktor-faktor yang melatarbelakangi kekerasan pada anak
Menurut hasil pengaduan yang diterima KOMNAS Perlindungan Anak (2006), pemicu kekerasan terhadap anak yang terjadi diantaranya adalah :
Ø Kekerasan dalam rumah tangga, yaitu dalam keluarga terjadi kekerasan yang melibatkan baik pihak ayah, ibu dan saudara yang lainnya. Kondisi menyebabkan tidak terelakkannya kekerasan terjadi juga pada anak. Anak seringkali menjadi sasaran kemarahan orang tua,
Ø Disfungsi keluarga, yaitu peran orang tua tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Adanya disfungsi peran ayah sebagai pemimpin keluarga dan peran ibu sebagai sosok yang membimbing dan menyayangi,
Ø Faktor ekonomi, yaitu kekerasan timbul karena tekanan ekonomi. Tertekannya kondisi keluarga yang disebabkan himpitan ekonomi adalah faktor yang banyak terjadi,
Ø Pandangan keliru tentang posisi anak dalam keluarga. Orang tua menganggap bahwa anak adalah seseorang yang tidak tahu apa-apa. Dengan demikian pola asuh apapun berhak dilakukan oleh orang tua.
Disamping itu, faktor penyebab lainnya adalah terinspirasi dari tayangan-tayangan televisi maupun media-media lainnya yang tersebar dilingkungan masyarakat. Yang sangat mengejutkan ternyata 62 % tayangan televisi maupun media lainnya telah membangun dan menciptakan prilaku kekerasan (Tempo, 2006).
Menurut Sitohang (2004), penyebab munculnya kekerasan pada anak adalah
Ø Stress berasal dari anak. Yaitu, kondisi anak yang berbeda, mental yang berbeda atau anak adalah anak angkat,
Ø Stress keluarga. Yaitu, kemiskinan pengangguran mobilitas, isolasi, perumahan tidak memadai, anak yang tidak diharapkan dan lain sebagainya,
Ø Stress berasal dari orang tua. Rendah diri, Waktu kecil mendapat perlakuan salah, Depresi, Harapan pada anak yang tidak realistis, Kelainan karakter/gangguan jiwa.
Sitohang (2004) melihat ketiga hal tersebut adalah situasi awal atau kondisi pencetus munculnya kekerasan pada anak. Pada gilirannya kondisi tersebut berlanjut pada perilaku yang salah orang tua terhadap anaknya. Contohnya, penganiayaan dan teror mental.
Unicef (1986) mengemukakan ada 2 faktor yang melatarbelakangi munculnya kekerasan anak oleh orang tuanya. Faktor tersebut masing-masing berasal baik dari orang tua maupun anak sendiri. 2 faktor tersebut antara lain;
Ø Orang tua yang pernah jadi korban penganiayaan anak dan terpapar oleh kekerasan dalam rumah, orang tua yang kondisi kehidupannya penuh sters, seperti rumah yang sesak, kemiskinan, orang tua yang menyalahgunakan NAPZA, orang tua yang mengalami gangguan jiwa seperti depresi atau psikotik atau gangguan keperibadian.
Ø Anak yang premature, anak yang retardasi mental, anak yang cacat fisik, anak yang suka menangis hebat atau banyak tuntutan. Berdasarkan uraian tersebut baik orang tua maupun anak sama-sama berpengaruh pada timbulnya kekerasan pada anak.
Rakhmat (2003) beranggapan kekerasan pada anak-anak bukan hanya merupakan problem personal. Jika hanya menimpa segelintir anak-anak saja, dapat dilacak pada sebab-sebab psikologis dari individu yang terlibat. Pemecahannya juga dapat dilakukan secara individual. Memberikan terapi psikologis pada baik pelaku maupun korban mungkin akan cepat selesai. Tetapi jika perilaku memperkerjakan anak kecil dalam waktu yang panjang, menelantarkan mereka, atau menyakiti dan menyiksa anak itu terdapat secara meluas di tengah-tengah masyarakat maka berhadapan dengan masalah sosial. Penyebabnya tidak boleh lagi dilacak pada sebab-sebab individual. Melacaknya pada nilai, pola interaksi sosial, struktur sosial ekonomi, dan atau pranata sosial. Pemecahannya memerlukan tindakan kolektif dari seluruh anggota masyarakat.
Rakhmat (2003) membagi faktor sosial antara lain:
Ø Norma sosial, yaitu tidak ada kontrol sosial pada tindakan kekerasan pada anak-anak, maksudnya ketika muncul kekerasan pada anak tidak ada orang di lingkungannya yang memperhatikan dan mempersoalkannya;
Ø Nilai-nilai sosial, yaitu hubungan anak dengan orang dewasa berlaku seperti hirarkhi sosial di masyarakat. Atasan tidak boleh dibantah. Aparat pemerintahan harus selalu dipatuhi. Guru harus digugu dan ditiru. Orangtua tentu saja wajib ditaati dengan sendirinya. Dalam hirarkhi sosial seperti itu anak-anak berada dalam anak tangga terbawah. Mereka tidak punya hak apa pun, sedangkan orang dewasa dapat berlaku apa pun kepada anak-anak;
Ø Ketimpangan sosial. Banyak ditemukan bahwa para pelaku dan juga korban child abuse kebanyakan berasal dari kelompok sosial ekonomi yang rendah. Kemiskinan, yeng tentu saja masalah sosial lainnya yang diakibatkan karena struktur ekonomi dan politik yang menindas, telah melahirkan semacam subkultur kekerasan. Karena tekanan ekonomi, orangtua mengalami stress yang berkepanjangan. Ia menjadi sangat sensisitif. Ia mudah marah. Kelelahan fisik tidak memberinya kesempatan untuk bercanda dengan anak-anak. Terjadilah kekerasan emosional.
Kekerasan tersebut diperlukan tindakan kolektif untuk mengatasinya, memerlukan proses pendidikan yang terus menerus untuk mensosialisasikan nilai-nilai demokratis dan penghargaan pada hak-hak anak-anak, berusaha menegakkan undang-undang yang melindungi anak-anak dari perlakuan sewenang-wenang orang-orang dewasa dan membangun lembaga-lembaga advokasi anak-anak.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kekerasan pada anak yaitu;
Ø Faktor internal (keluarga), antara lain penyimpangan psikologis baik orang tua maupun anak, dan;
Ø Faktor eksternal atau faktor sosial.
lihat artikel psikologi anak lainnya di kategori anak
Dampak Timbulnya Kekerasan pada anak
Moore (dalam Nataliani, 2004) menyebutkan bahwa efek tindakan dari korban penganiayaan fisik dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Ada anak yang menjadi negatif dan agresif serta mudah frustasi; ada yang menjadi sangat pasif dan apatis; ada yang tidak mempunyai kepibadian sendiri; ada yang sulit menjalin relasi dengan individu lain dan ada pula yang timbul rasa benci yang luar biasa terhadap dirinya sendiri. Selain itu Moore juga menemukan adanya kerusakan fisik, seperti perkembangan tubuh kurang normal juga rusaknya sistem syaraf.
Anak-anak korban kekerasan umumnya menjadi sakit hati, dendam, dan menampilkan perilaku menyimpang di kemudian hari. Bahkan, Komnas PA (dalam Nataliani, 2004) mencatat, seorang anak yang berumur 9 tahun yang menjadi korban kekerasan, memiliki keinginan untuk membunuh ibunya.
Berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap anak (child abuse) , antara lain; 1) Dampak kekerasan fisik, anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orang tua agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang menjadi agresif. Lawson (dalam Sitohang, 2004) menggambarkan bahwa semua jenis gangguan mental ada hubungannya dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika dia masih kecil. Kekerasan fisik yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan cedera serius terhadap anak, meninggalkan bekas luka secara fisik hingga menyebabkan korban meninggal dunia; 2) Dampak kekerasan psikis. Unicef (1986) mengemukakan, anak yang sering dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia nervosa (memuntahkan makanan kembali), penyimpangan pola makan, anorexia (takut gemuk), kecanduan alkohol dan obat-obatan, dan memiliki dorongan bunuh diri. Menurut Nadia (1991), kekerasan psikologis sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan bekas yang nyata seperti penyiksaan fisik. Jenis kekerasan ini meninggalkan bekas yang tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan bunuh diri; 3) Dampak kekerasan seksual. Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003) diantara korban yang masih merasa dendam terhadap pelaku, takut menikah, merasa rendah diri, dan trauma akibat eksploitasi seksual, meski kini mereka sudah dewasa atau bahkan sudah menikah. Bahkan eksploitasi seksual yang dialami semasa masih anak-anak banyak ditengarai sebagai penyebab keterlibatan dalam prostitusi. Jika kekerasan seksual terjadi pada anak yang masih kecil pengaruh buruk yang ditimbulkan antara lain dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol, mudah merasa takut, perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan simtom fisik seperti sakit perut atau adanya masalah kulit, dll (dalam Nadia, 1991); 4) Dampak penelantaran anak. Pengaruh yang paling terlihat jika anak mengalami hal ini adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak, Hurlock (1990) mengatakan jika anak kurang kasih sayang dari orang tua menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.
Dampak yang lainnya (dalam Sitohang, 2004) adalah kelalaian dalam mendapatkan pengobatan menyebabkan kegagalan dalam merawat anak dengan baik. Kelalaian dalam pendidikan, meliputi kegagalan dalam mendidik anak mampu berinteraksi dengan lingkungannya gagal menyekolahkan atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.
Berdasarkan uraian diatas dampak dari kekerasan terhadap anak antara lain; 1) Kerusakan fisik atau luka fisik; 2) Anak akan menjadi individu yang kukrang percaya diri, pendendam dan agresif: 3) Memiliki perilaku menyimpang, seperti, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, sampai dengan kecenderungan bunuh diri; 4) Jika anak mengalami kekerasan seksual maka akan menimbulkan trauma mendalam pada anak, takut menikah, merasa rendah diri, dll; 5) Pendidikan anak yang terabaikan.

Bentuk-bentuk kekerasan anak (Child Abuse)

Bentuk-bentuk kekerasan anak (Child Abuse)
Terry E. Lawson (dalam harian-pikiran.rakyat.com, 2006), psikiater internasional yang merumuskan definisi tentang kekerasan terhadap anak, menyebut ada empat macam abuse, yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse. Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Ia membiarkan anak basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Ia boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional jika kekerasan emosional itu berlangsung konsisten. Orang tua yang secara emosional berlaku keji pada anaknya akan terus-menerus melakukan hal sama sepanjang kehidupan anak itu.
Verbal abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak, setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, menyuruh anak itu untuk diam atau jangan menangis. Jika si anak mulai berbicara, ibu terus-menerus menggunakan kekerasan verbal seperti, “kamu bodoh”, “kamu cerewet”, dsb. Anak akan mengingat semua kekerasan verbal jika semua kekerasan verbal itu berlangsung dalam satu periode. Physical abuse, terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak memukul anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian). Pukulan akan diingat anak itu jika kekerasan fisik itu berlangsung dalam periode tertentu. Sedangkan, sexual abuse biasanya tidak terjadi selama delapan belas bulan pertama dalam kehidupan anak. Eksploitasi seksual pada anak adalah ketergantungan, perkembangan seksual aktivitas yang tidak matur pada anak dan orang dewasa, dimana mereka tidak sepenuhnya secara komprenhensif dan tidak mampu untuk memberikan persetujuan karena bertentangan dengan hal yang tabu di keluarga.
Menurut Moore (dalam Nataliani, 2004), kekerasan atau perlakuan salah terhadap anak pada umumnya dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, antara lain kekerasan fisik, seksual dan emosional. Purbani (2003) mengatakan kekerasan dalam rumah tangga baik dilakukan oleh suami kepada istrinya atau orang tua terhadap anaknya bisa berbentuk fisik atau nonfisik. Kekerasan nonfisik bisa berbentuk verbal seperti pelecehan, penghinaan, mencuekin (mendiamkan) istri, atau bentuk lain seperti tidak membiayai selama berbulan-bulan, sedangkan kekerasan fisik bisa berbentuk pemukulan, penjambakan, dll.
Sedangkan Patilima (2003) menganggap bahwa kekerasan pada anak merupakan perlakuan yang salah. Hamid mendefinisikan perlakuan salah pada anak adalah segala perlakuan terhadap anak yang akibat-akibatnya mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik secara fisik, psikologi sosial, maupun mental. Perlakuan salah menurut DR. Irwanto (dalam Hamid, 2003), dapat digolongkan ke dalam berbagai kategori menurut dampak dari perlakuan, yaitu: 1) Perlakuan salah secara seksual; 2) Perlakuan salah secara fisik; dan 3) Perlakuan salah secara mental.
Bentuk-bentuk kekerasan yang terdapat dalam Undang-undang no. 23 tahun 2004 (www.kowani.or.id) mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), dimana ingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi suami, isteri dan anak, yaitu; 1) Kekerasan fisik; Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat; 2) Kekerasan psikis adalah; Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang; 3) Kekerasan seksual adalah kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi: Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetapkan dalam lingkup hidup rumah tangga tersebut; Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu, 4) Penelantaran rumah tangga. Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Menurut Sitohang (2004), bentuk-bentuk kekerasan pada anak meliputi; 1) Penganiayaan fisik, Non Accidental “injury” mulai dari ringan “bruiser laserasi” sampai pada trauma neurologic yang berat dan kematian. Cedera fisik akibat hukuman badan di luar batas, kekejaman atau pemberian racun; 2) Penelantaran anak/kelalaian, yaitu kegiatan atau behavior yang langsung dapat menyebabkan efek merusak pada kondisi fisik anak dan perkembangan psikologisnya; 3) Penganiayaan emosional yaitu ditandai dengan kecaman/kata-kata yang merendahkan anak, tidak mengakui sebagai anak. Penganiayaan seperti ini umumnya selalu diikuti bentuk penganiayaan lain; 4) Penganiayaan seksual, mempergunakan pendekatan persuasif. Paksaan pada seseorang anak untuk mengajak berperilaku/mengadakan kegiatan seksual yang nyata, sehingga menggambarkan kegiatan seperti : aktivitas seksual (oral genital, genital, anal atau sodomi) termasuk incest.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran anak.

Kekerasan Orang Tua Pada Anak

Kekerasan Orang Tua Pada Anak ;Sebuah Abstraksi Penelitian

Keluarga adalah lingkungan pertama dalam kehidupan anak, tempat dimana anak belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan kepada anak. Pendidikan dalam keluarga sangat menentukan sikap seseorang, karena orangtua menjadi basis nilai bagi anak. Pola asuh, peran dan tanggung jawab yang dijalankan oleh orang tua dalam menerapkan disiplin pada anak bukan merupakan pekerjaan yang mudah, dimana kadang kala orang tua mengalami hambatan. Hambatan-hambatan tersebut berujung pada perlakuan yang salah kepada anak.
Kasus-kasus perlakuan salah yang menimpa anak-anak yang seringkali terjadi adalah kekerasan pada anak. Selama tahun 2006 (dalam Andez, 2007), data dari komnas Perlindungan Anak (PA) menyebutkan, jumlah kekerasan fisik sebanyak 247 kasus, kekerasan seksual 426 kasus sedangkan kekerasan psikis 451 kasus. Kekerasan yang menimpa anak-anak, baik dari keluarga, sekolah, maupun lingkungan sekitar, terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tingginya kekerasan pada anak memperlihatkan bahwa persoalan kekerasan menjadi persoalan yang amat serius, apalagi kekerasan tersebut dilakukan oleh orang tua sendiri. Dimana orangtua seharusnya menjadi seorang yang paling bertanggung jawab atas tumbuh dan berkembangnya anak karena keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk belajar dan menyatakan diri sebagai mahluk sosial.
Dari sekian pengaduan kekerasan yang diterima komnas Perlindungan Anak (PA), pemicu kekerasan terhadap anak yang terjadi diantaranya adalah pertama, munculnya kekerasan dalam rumah tangga, terjadinya kekerasan yang melibatkan baik pihak ayah, ibu dan saudara yang lainnya menyebabkan tidak terelakkannya kekerasan terjadi juga pada anak. Anak seringkali menjadi sasaran kemarahan orang tua. Kedua, terjadinya disfungsi keluarga, yaitu peran orang tua tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Ketiga, faktor ekonomi, yaitu kekerasan timbul karena tekanan ekonomi. Tertekannya kondisi keluarga yang disebabkan himpitan ekonomi adalah faktor yang banyak terjadi.
Tindak kekerasan terhadap anak merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Meskipun banyak upaya telah dilakukan oleh pemerintah, seperti penyusunan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (RAN-PKTP), pembangunan pusat-pusat krisis terpadu di rumah sakit, pembangunan ruang pelayanan khusus (RPK) di Polda dan Polres, dan penyebaran informasi dan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak, namun kesemua upaya tersebut belum cukup untuk menekan tingginya tindak kekerasan dan eksploitasi terhadap anak.
Sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orang tua sangat berperan dalam meletakan dasar-dasar perilaku bagi anak-anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tak sadar diresapinya dan kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya. Hal demikian disebabkan karena anak mengidentifikasikan diri pada orang tuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain. Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah salah satu cara mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya. Kekerasan pada anak adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual termasuk hinaan meliputi; penelantaran dan perlakuan buruk, Eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking atau jual-beli anak. Patilima (2003) menganggap kekerasan merupakan perlakuan yang salah orang tua. Patilima mendefinisikan perlakuan salah pada anak adalah segala perlakuan terhadap anak yang akibat-akibatnya mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik secara fisik, psikologi sosial, maupun mental.
Rumusan masalah dalam penelitian adalah fakta bahwa telah terjadi peningkatan kekerasan anak oleh orang tua. Dimana orangtua seharusnya menjadi seorang yang paling bertanggung jawab atas tumbuh dan berkembangnya anak karena keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk belajar dan menyatakan diri sebagai mahluk sosial. Padahal, kekerasan akan menimbulkan efek psikologis yang sangat berat bagi korban karena pengalaman traumatik masa kecilnya akan terus dibawa hingga anak menjadi dewasa.
Sedangkan secara umum tujuan penelitian ini akan mendeskripsikan bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan orang tua kepada anak. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut antara lain, bentuk-bentuk perlakuan baik secara fisik maupun psikis yang berakibat penderitaan terhadap anak. Adapun indikator untuk mengukur variabel bentuk-bentuk kekerasan anak, antara lain; 1) Kekerasan Fisik, yaitu, perbuatan orang tua kepada anaknya yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka baik ringan maupun berat. 2) Kekerasan Psikis, yaitu, perbuatan orang tua yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan penderitaan psikis berat pada anak, 3) Kekerasan Seksual, yaitu, Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetapkan dalam lingkup hidup rumah tangga tersebut; pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu, dan 4) Penelantaran Anak, yaitu, menelantarkan anak dalam lingkup rumah tangganya, membatasi atau melarang anak untuk beraktivitas yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga anak berada di bawah kendali orang tua dan timbul ketergantungan penuh pada orang tua.
Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 60 orang anak yang bersekolah di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kauman 1, Kabupaten Nganjuk. Alasan pemilihan subyek penelitian di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kauman 1, Kabupaten Nganjuk adalah (1) Berdasarkan informasi awal, diketemukan bahwa murid di SDN tersebut ada yang pernah dilaporkan mengalami kekerasan orang tua, selain itu informan adalah salah satu guru di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kauman 1, Kabupaten Nganjuk, (2) Laporan tentang kekerasan anak di SDN tersebut berjumlah lebih dari 2 kali dan (3) Guru di SDN tersebut bersedia membantu kelengkapan data penelitian. Adapun ciri-ciri sampel penelitian, yaitu, 1) Jenis kelamin, laki-laki dan perempuan, 2) Umur, 6-18 tahun, dalam kategori pengertian anak.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala, yaitu metode pengumpulan data yang berisi serangkaian pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan diri subyek yang ingin diteleiti, dengan proses pengisian informasi melalui informasi guru kelas. Dalam penelitian ini digunakan 1 macam skala yaitu skala Bentuk-bentuk kekerasan kepada anak.
Sedangkan analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisis Statistik Deskriptif, yang dilakukan untuk mengetahui deskripsi dari variabel, dimana variabel dalam penelitian ini adalah satu variabel (monovariabel). Validitas isi tes ditentukan melalui pendapat professional (professional judgement), yang dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing. Selain menggunakan validitas isi, untuk menguji kesahihan alat ukur juga dilakukan dengan mengkorelasikan butir skor total. Hal ini dilakukan untuk melihat indeks diskriminasi aitem. Suatu item alat ukur dinyatakan sahih, jika mempunyai nilai positif dan memiliki p (taraf signifikansi) maksimal 5% (Hadi, 2000).
Pada penelitian ini dilakukan 2 (dua) macam analisis, yaitu Analisis Indeks Diskriminasi Item atau Kesahihan Butir dan Uji Keandalan Alat Ukur. Hasil analisis kesahihan butir terhadap skala Bentuk-bentuk kekerasan kepada anak adalah dari 60 item yang disusun, 11 item gugur dan 49 item sahih dengan koefisien korelasi (rbt) antara 0,238 – 0,769 dengan taraf signifikansi (p) = 0,046 - 0,000. Sedangkan hasil uji keandalan skala menunjukkan bahwa koefisien korelasi = 0,948 pada taraf signifikansi (p) = 0,000. Hal ini berarti skala Bentuk-bentuk kekerasan kepada anak adalah andal.
Hasil analisa data dengan menggunakan analisis statistik deskriptif yang dilakukan terhadap variabel bentuk-bentuk kekerasan kepada anak adalah antara lain ; 1) Analisis Deskriptif Pada Indikator Kekerasan Fisik, menunjukkan distribusi frekuensi dari data kekerasan fisik diperoleh harga mean = 33.72 dan dengan standar deviasi = 5.91. berdasarkan pedoman distribusi normal maka diklasifikasikan menjadi 5 (lima) tingkatan yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Hasil analisis data kekerasan fisik menunjukkan klasifikasi sangat sedang = 2 subyek (4 %), rendah = 2 subyek (4 %), sedang = 36 subyek (72 %), tinggi = 10 subyek (20 %) dan sangat tinggi = 0 subyek (0 %).
Analisis Deskriptif Pada Indikator Kekerasan Psikis, menunjukkan distribusi frekuensi dari data kekerasan Psikis diperoleh harga mean = 29.96 dan dengan standar deviasi = 6.16. berdasarkan pedoman distribusi normal maka diklasifikasikan menjadi 5 (lima) tingkatan yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Hasil analisis data kekerasan psikis menunjukkan klasifikasi sangat sedang = 0 subyek (0 %), rendah = 4 subyek (8 %), sedang = 36 subyek (72 %), tinggi = 9 subyek (18 %) dan sangat tinggi = 1 subyek (2 %).
Analisis Deskriptif Pada Indikator Kekerasan Seksual, menunjukkan distribusi frekuensi dari data kekerasan Seksual diperoleh harga mean = 33.56 dan dengan standar deviasi = 7.08. berdasarkan pedoman distribusi normal maka diklasifikasikan menjadi 5 (lima) tingkatan yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Hasil analisis data kekerasan Seksual menunjukkan klasifikasi sangat sedang = 2 subyek (4 %), rendah = 6 subyek (12 %), sedang = 35 subyek (70 %), tinggi = 6 subyek (12 %) dan sangat tinggi = 1 subyek (2 %).
Dan Analisis Deskriptif Pada Indikator Penelantaran Anak menunjukkan distribusi frekuensi dari data Penelantaran Anak diperoleh harga mean = 21.88 dan dengan standar deviasi = 5.68. berdasarkan pedoman distribusi normal maka diklasifikasikan menjadi 5 (lima) tingkatan yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Hasil analisis data Penelantaran Anak menunjukkan klasifikasi sangat sedang = 0 subyek (0 %), rendah = 7 subyek (14 %), sedang = 35 subyek (69 %), tinggi = 9 subyek (18 %) dan sangat tinggi = 0 subyek (0 %). Hasil perhitungan analisis data selengkapnya pada lampiran.
Berdasarkan hasil analisa data, maka dapat diketahui bahwa kekerasan orang tua terhadap anak memang masih ada dan tergolong tinggi. Meskipun secara statistik nilainya masih kecil yakni berkisar antara 12 % sampai dengan 20 %.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Frustrasinya Orang Kesepian

Frustrasinya Orang Kesepian

Pernahkan anda menemui orang-orang yang kesepian? Orang tersebut merasa ngeri dan tersiksa. Mereka tidak bahagia. Wajah mereka selalu masam dalam menyikapi kehidupan. Mereka tidak berusaha mencari dan memahami sebab-sebab kesepiannya, tetapi mereka cenderung menyalahkan orang lain. Sebaliknya seringkali mereka malah mengatakan bahwa orang lan itulah yang tidak bersahabat dan tidak mencintainya. Seringkali, seorang gadis yang tidak menikah merasionalisasi keadaannya dengan mengatakan bahwa kencan dan pergi dengan laki-laki tak ada gunanya karena kebanyakan laki-laki itu “buaya”. Yang lain mengatakan bahwa laki-laki yang mereka jumpai kebanyakan masih ingusan atau terlalu tua atau juga sudah pernah menikah. Pendek kata, selalu saja banyak cacatnya.
Kesepian
Demikian pula banyak janda yang tidak dapat bergaul dengan orang-orang yang punya suami atau isteri karena prasangka-prasangka tentang diri mereka sendiri. Akibatnya mereka kesepian. Kesepian lebih merupakan suatu simptom, gejala, dari suatu keadaan. Setiap orang dapat merasa kesepian, baik dia nikah atau tidak, sendirian atau dikerumunan banyak orang. Sebagian besar orang yang kesepian kurang hidup imaginasinya. Mereka kurang dapat menikmati saat-saat hidup mereka sebagai sesuatu yang menyenangkan, kecuali kerja. Mereka kurang terlatih dan tidak mampu bergaul dengan orang lain. Padahal sebenarnya tidak ada alasan bahwa seseorang harus menderita kesepian atau tak punya sahabat. Jadi masalahnya ialah bagaimana orang-orang demikian dapat bergaul dan bersahabat dengan orang lain, bagaimana membuat diri anda menarik bagi orang lain.
Nasihat bagi orang-orang kesepian
Orang-orang yang kesepian perlu menemukan sesuatu yang bersifat konstruktif untuk mengisi hari-hari kosong dan malam minggu mereka. Banyak hal yang dapat dinikmati dari alam ini. Tetapi untuk seseorang yang malas, tidak akan pernah dapat menemukan sesuatu pun yang menarik hatinya. Hobi bisa menjadi sarana pembantu untuk bertemu banyak orang dan untuk membangun persahabatan. Anda dapat masuk salah satu perkumpulan untuk menyibukkan diri dan mengikuti berbagai aktivitas sosial. Salah satu hal yang patut dicoba adalah membuat akun Facebook

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kemarahan Orang Tua Pengaruhi Sikap Anak

Psikologi Anak

TERIAKAN bocah malang itu tidak juga menghentikan gerakan tangan sang ayah untuk berhenti memukuli tubuh ringkihnya. Barulah setelah tubuh itu diam tak bergerak, kesadaran si ayah langsung pulih. Apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur, nyawa pun melayang sia-sia.
Itu bukan cerita rekaan, tapi benar terjadi Desember 1984. Kasus penganiayaan terhadap Arie Hanggara yang dilakukan ayahnya, menjadi cerita memilukan. Bahkan sempat diangkat ke layar perak.
Arie menjadi korban kekerasan ayahnya yang menyebabkan nyawanya melayang. Ternyata Arie bukan anak terakhir yang mengalami nasib memilukan ini. Penyiksaan anak (child abuse) malah terjadi sepanjang tahun. Bahkan UNICEF pada 2003 melansir laporan sebanyak 3.500 anak berusia kurang dari 15 tahun tewas setiap tahun akibat perlakukan kejam.
Riset yang dilakukan UNICEF di beberapa negara itu juga menunjukkan tingkat kekerasan yang berakhir dengan kematian terjadi di negara-negara kawasan Amerika, Eropa, Pasifik, tergolong tinggi, seperti di AS, Meksiko, Portugal, Belgia, Ceko, Hongaria, Prancis, dan Selandia Baru. Namun Spanyol, Yunani, Italia, Irlandia, dan Norwegia justru tergolong rendah.
Dari temuan UNICEF, ada dua faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak. Pertama, stres dan kemiskinan. Kemudian rumah tangga yang kerap diwarnai kekerasan antara suami dan istri.
Bentuk kekerasan yang tidak tepat bisa berpengaruh buruk pada anak dalam jangka panjang. Makian kasar seperti “dasar anak sial” atau “dasar anak nakal” akan terekam kuat dalam diri si anak.
Anak yang sering dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia nervosa (memuntahkan makanan kembali), penyimpangan pola makan, anorexia (takut gemuk), kecanduan alkohol dan obat-obatan, dan memiliki dorongan bunuh diri.
“Marah merupakan hal yang normal, tapi kemarahan yang tidak tepat bisa memengaruhi kondisi psikis dan fisik anak,” ujar psikolog dari Jagadnita, Diah P Paramita dalam acara bertajuk ‘Seni bertengkar sehat dengan anak’ di Jakarta, Sabtu (30/8).
Sedangkan psikolog dari Medicare Clinic Anna Surti Ariani menambahkan, tindakan seperti mencubit atau memukul sedapat mungkin dihindari, karena sama sekali tidak perlu. “Asalkan menguasai teknik-teknik mendisiplinkan anak, 50% kenakalan anak akan teratasi,” katanya.
Menurut Nina, begitu ia disapa, mendisiplinkan anak balita harus secara konkret, seperti menunjukkan wajah cemberut. Pada usia ini mereka cenderung meniru. Hal ini sesuai dengan perkembangan kognitif anak. Sedangkan pada anak usia SD disarankan menggunakan metode broken record (piringan hitam rusak). “Ibarat piringan hitam rusak, ucapkan apa yang diinginkan orang tua berulang-ulang,”.
Marah yang bertujuan untuk mendidik dan memperbaiki kesalahan-kesalahan agar perbuatan serupa tidak terulang lagi. Kemarahan yang diekspresikan secara tidak tepat, akan memengaruhi kemampuan orang tua dalam menerapkan disiplin dan memengaruhi hubungan orang tua dengan anak.
Marah yang diikuti pemukulan menimbulkan luka batin, benci terhadap orang tua, rendah diri, antisosial, dan suka berkelahi. “Anak-anak suka meniru, kalau dipukul akan balas memukul. Selain itu memukul tidak mengubah perilaku,”
Child Right Information Network–sebuah organisasi yang peduli pada nasib anak-anak– memaparkan pemukulan terhadap anak-anak (baik dengan tangan, ikat pinggang, tongkat, atau sepatu), menendang, melempar, mengguncang-guncangkan tubuh anak, mencakar, menggigit, menyuruh anak diam dalam posisi yang membuatnya tidak nyaman, bila terjadi di Eropa dapat dikenai tuduhan melakukan tindakan kriminal. Austria, Denmark, Finlandia, Islandia, Jerman, Norwegia, dan Swedia memiliki UU yang melarang keras penyiksaan fisik terhadap anak-anak.
Kekesalan orang tua bisa berdampak pada anak. Maka dari itu, orang tua harus menyelesaikan masalahnya lebih dulu. Orang tua bisa mengikuti terapi untuk mengatasi kemarahan di masa lalu.
Selanjutnya melakukan identifikasi masalah di masa lalu. “Anak yang ibunya sering sekali marah akan sulit untuk disiplin,” tegasnya.
Dalam dialog tersebut juga terungkap bahwa anak yang dekat dengan orang tuanya akan jarang marah. Bila hubungan itu harmonis dan akrab, orang tua lebih mengenal karakter anak sehingga dapat menghindari kondisi pemicu pertengkaran. Sarankan menarik napas setiap kali hendak marah. “Kondisikan diri untuk tidak memerhatikan hal-hal kecil yang bisa membuat marah.”
Agar hubungan orang tua-anak harmonis tingkatkan pendekatan dengan melakukan kegiatan bersama. Kemudian memberi contoh/sikap yang baik bisa meningkatkan rasa percaya diri. Meluangkan waktu untuk bermain bersama, dan memberikan tanggung jawab, membuat anak merasa spesial. “Ajak anak menyiram tanaman biarkan anak memegang selang air,” sebagai contoh.
Selain hal yang diungkapkan di atas, sebaiknya orang tua menjalin komunikasi nonverbal. Yakni melakukan kontak mata saat berbicara, sikap tubuh sejajar saat berbicara (sambil duduk atau jongkok), rendahkan nada suara, berikan pelukan dan sentuhan lembut pada kepala sebagai tanda berbaikan usai memarahi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

an america earthquake

http://www.sfgate.com/cgi-bin/blogs/abraham/detail??blogid=95&entry_id=55534

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

haiti earthquake

http://dagblog.com/world-affairs/haiti-earthquake-news-updates-and-links-2806

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

haiti relief

http://buzz.blogger.com/2010/01/support-haiti-disaster-relief.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tindihan-*tindihen*(dalam bahasa Jawa)

selain aliran darah yang gak lancar..... kadang yang namanya tidur itu khan kita gerak dan gerakan kita juga gak bisa kita kontrol khan....
nah kadang waktu tangan atau kaki kita di atasnya ada guling dan kalo kita mo gerakin tuh kaki or tangan khan ada beban jadi rada berat....
itu bikin otak kita yang lg tidur jadi mikir ada beban berat yang nimpa.... jd seperti ketimpa pohon, mobil, dll....
menurut saya lho...

Ini bukan kiasan…! saya benar-benar pernah mengalami …melihat badan saya sendiri saat tidur di malam hari. Bagaimana bisa ? bagaimana caranya ?
Bermula dari sebuah artikel di majalah intisari tahun 80an….. Artikel tersebut menceritakan bagaimana caranya kita bisa berjalan-jalan bahkan terbang di malam hari sementara raga kita tertidur …. caranya sbb :
Anda pernah merasakan ereup-eruep (sunda) atau tindien (jawa) ? yaitu suatu keadaan saat baru atau tengah tidur tetapi kita merasa sesak seolah-olah tertindih sesuatu ???
Kalau anda pernah merasakan tersebut anda bisa dan punya bakat untuk melepaskan diri dari raga anda…..
Biasanya saat kita merasakan ereup-ereup tersebut…. kita ingin segera melepaskannya ….. keadaan ini sebenarnya adalah kondisi antara tidur dan terjaga……. bila anda ingin mencoba melepaskan diri dari raga anda…… jangan takut…. pertahankan kondisi tersebut ….
Lalu dengan tetap mempertahankan kondisi tersebut, anda raihlah sesuatu untuk menarik diri anda (jiwa anda ?? saya tidak tahu….)…. misalnya kita mencoba meraih tiang tempat tidur atau apapun yang bisa dijadikan pegangan untuk menarik diri anda … sekali lagi dengan tetap mempertahankan kondisi ereup-ereup tsb.
Ajaib… ! setelah anda berhasil ….anda akan melihat badan anda sendiri dalam kondisi tertidur …. dan anda akan bisa pergi sesuka hati anda … untuk membuktikannya, anda bisa mencubit teman anda … dan teman anda akan merasakannya ..
Begitu menurut majalah intisari yang saya baca. Dan sungguh ….sayapun pernah mengalaminya !saat saya masih indekost di Jogjakarta… saya coba praktikkan petunjuknya …
memang tidak langsung berhasil … karena sulitnya mempertahankan kondisi ereup-ereup …. kita bisa terbangun atau tertidur lalu bermimpi……
Lebih dari tiga kali saya mencobanya baru saya berhasil menarik diri saya ke tiang tempat tidur yang ada di atas kepala saya …… dan selanjutnya saya bisa melihat tubuh saya tertidur … sayang kondisi ini saya hanya bisa pertahankan sekitar 10 detik … dan kemudian saya terbangun …..atau sebaliknya menjadi bermimpi …..
Tapi sungguh, saya sudah mengalaminya sejak saya membaca artikel itu hingga saat ini tidak kurang dari 5 kali. Anda mau dan berani mencobanya ?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS